Laman

Minggu, 31 Juli 2011

YANG GILA YANG TAAT ATURAN ?

Peraturan dibuat untuk dilanggar?? Apakah demikian yang masih menjadi pemikiran beberapa warga masyarakat yang sering melewati kawasan daerah Jl. Srandakan Km.1 tepatnya di perempatan Jodog, Gilangharjo, Pandak, Bantul, Yogyakarta. Pemandangan yang cukup aneh ketika waktu itu saya pulang mudik rutin setiap sabtu sore dari rumah kos menuju rumah di salah satu pedusunan di wilayah Bantul. Ketika dari arah timur ingin berbelok ke arah barat laut karena terlihat traffight light di perempatan menyala dan berwarna merah, maka saya berhenti. Namun nyatanya justru pengguna jalan yang lain di belakang saya mengklakson saya untuk cepat-cepat segera berbelok ke arah barat laut dan justru dari mereka ada yang senyum-senyum sedikit menertawakan saya karena saya berhenti. Padahal jelas-jelas lampu menunjukkan kalau menyala warna merah. Heran saya apakah saya yang salah karena saya berhenti ataukah mereka yang memang tak mengindahkan lagi sebuah lampu pengatur lalu-lintas itu. Sehingga rasanya seperti menjadi orang gila ketika saya mematuhi rambu yang ada untuk berhenti ketika lampu merah, sedangkan pengguna jalan dibelakang saya justru menyalip saya dan seenaknya berbelok ke arah barat laut. Cerita lain waktu itu ketika kesempatan lain saya berjalan dari arah timur menuju barat laut pernah sekali waktu lampu hijau dan menandakan saya jelan terus, namun dari arah barat kok ternyata pengguna jalan terus. Sehingga saya hampir tertabrak. Saya heran lagi, masak dari arah barat lampunya juga hijau, itu sungguh mustahil. Artinya ternyata mau lampu menyala merah menandakan berhenti atau hijau menandakan pengguna jalan lain boleh terus dan kuning menandakan hati-hati, justru tidak lagi diindahkan pengguna jalan yang melanggar tersebut.
Berbeda ketika saya berangkat ke rumah kos kebetulan pagi hari kurang lebih jam setengah tujuh. Saya mencoba melewati daerah itu lagi dari arah barat laut. Namun ternyata pemikiran saya salah, para pengguna jalan semua menaati lampu lalu-lintas. Dan begitu saya amati ternyata ada Polisi yang berjaga-jaga pada pagi hari itu. Berulangkali terjadi demikian, ternyata memang menjadi sebuah kebiasaan masyarakat Ternyata setelah beberapa kali saya amati di pertigaan tersebut memang ketika pada pagi hari atau lebih tepatnya ada polisi yang berjaga, lampu lalau-lintas begitu ditaati oleh pengguna jalan. Dan ketika tidak ada polisi, pengguna jalan jarang sekali ada yang menaati lampu lalu-lintas apalagi ketika harus berhenti karena yang menyala warna merah. Apalagi mulai pada siang hari sampai malam hari. Mau menyala warna merah, kuning, hijau tetap saja masih tidak diindahkan oleh sebagian besar pengguna jalan. Tentunya bukan yang dari arah timur menuju barat, karena memang ada rambu-rambu yang berbunyi boleh jalan terus ketika merah menyala. Namun posisi-posisi yang seharusnya berhenti ketika lampu menyala warna merah, banyak sekali pengguna jalan yang tidak mengindahkan peraturan itu.
Entah apakah peristiwa semacam ini juga terjadi di daerah lain atau di kawasan jalan-jalan besar yang lain. Padahal kalau dipikir jalan itu cukup padat dan cukup rawan. Setiap hari pengguna jalan melewati daerah tersebut. Dengan kendaraan yang beraneka ragam mulai dari sepeda, becak, motor, mobil, bus, truk dan kendaraan besar lain yang cukup beragam jenisnya. Jalan itu menghubungkan antara Kabupaten Bantul dan Kulon Progo, selain itu jalan tersebut juga merupakan jalur alternatif menuju daerah Sedayu yang langsung tembus jalan Wates. Bahkan di daerah itu juga sering terjadi kecelakaan antara pengguna jalan.
Ketika melihat sebuah fakta bahwasanya peraturan lalu-lintas yang ada tidak diindahkan oleh masyarakat pengguna jalan sungguh sangat memprihatinkan. Secara fungsi sebuah norma atau aturan dan tata tertib dan dalam hal ini adalah peraturan hukum berlalu-lintas dibuat untuk meciptakan kondisi yang aman, nyaman, tertib untuk masyarakat. Tentunya bagi siapa saja yang melanggar seharusnya mendapat sanksi secara hukum. Hal yang sangat ringan untuk menaati peraturan lalu-lintas berupa keharusan untuk berhenti pada waktu lampu merah menyala saja masyarakat sudah cukup enggan. Bahkan yang ironis masyarakat tampak bangga ketika justru tidak berhenti dan berjalan terus. Ketika melihat pengguna jalan lain berhenti justru ditertawakan. Suatu keanehan yang tampaknya cukup biasa bagi mereka yang sering menganggap sepele untuk sekadar menaati lampu lau-lintas. Apa masyarakat tidak berpikir ketika akibat fatal bisa terjadi karena mereka tidak menaati lampu traffight light tersebut. Kecelakaan yang menyebabkan patah tulang, lumpuh, amnesia atau bahkan meninggal kalau memang itu kehendak Tuhan tentunya kapan saja bisa terjadi.
Ketika secara struktural fungsional dalam hal ini kita melihat secara fungsi dari aparat penegak hukum yakni polisi lalu lintas. Sebenarnya dalam hal ini juga fungsi dari keberadaan mereka dapat dikatakan belum maksimal. Masyarakat tentu akan lebih mengindahkan sebuah peraturan ketika memang secara tegas hal itu ditegakkan (kadang-kadang oknum petugas lalu lintas saja tidak berhenti ketika lampu merah). Kalau memang masyarakat belum memiliki kesadaran hukum maka perlu pembinaan dari petugas yang bertanggung jawab menangani permasalahan ini. Caranya tentu dapat secara preventif dan represif. Ketika belum terjadi pelanggaran-pelanggaran yang cukup berarti maka pencegahan itu perlu ditanamkan dan ketika memang sudah banyak terjadi pelanggaran lalu-lintas maka perlu diadakan pemulihan pada masyarakat. Melalui sosialisasi atau tindakan nyata seperti penilangan atau cara-cara yang seharusnya dilakukan oleh aparat kepolisian misalnya. Sehingga masyarakat juga tidak merasakan sangsi terhadap peraturan atau sanksi terhadap hukum yang ada. Bukan hanya sebagai sebuah peraturan berwujud simbolik yang tidak dipatuhi masyarakat.
Mungkin perlu juga secara konkret di daerah tersebut dibuat pos Polisi yang tentunya harapannya kemudian juga petugas yang berjaga tidak hanya ada topinya saja alias tidak ada penjaga di dalam pos dan hanya meninggalkan topi sebagai tanda ada petugas di sana, agar masyarakat mendapatkan perhatian hukum secara lebih jelas. Tentunya ketika ada pelanggaran-pelanggaran dapat segera ditindak dengan tilang atau cara-cara hukum yang seharusnya dilakukan oleh petugas.
Sehingga sebenarnya penyadaran hukum terhadap masyarakat dan aparat itu sendiri sangat perlu untuk ditegakkan. Tentunya kita tidak akan cukup bangga ketika suatu saat mendapati peristiwa-pertistiwa tragis kecelakaan lalu lintas yang berakibat fatal. Hal ini juga mencerminkan sebuah bentuk karakter dari masyarakat. Apakah masyarakat itu sudah cukup sadar hukum., Tidak perlu muluk-muluk, dari menaati lampu lalu-lintas saja ternyata masyarakat masih belum begitu menyadari arti pentingnya. Apalagi peraturan hukum yang lain. Ironis, tapi inilah yang terjadi di sudut kecil Negara Indonesia. Cacat hukumkah atau cacat aparatnya atau cacat masyarakatnya. Menjadi PR siapa saja. Apa yang harus dikerjakan oleh masing-masing elemen masyarakat agar nantinya tercipta kondisi masyarakat yang aman, tenteram dan nyaman. Tentunya hal itu bisa diwujudkan dari pribadi masing-masing individu itu sendiri yang menyadari bahwasanya dirinya adalah bagian dari masyarakat yang seharusnya mampu melaksanakan apa yang sudah menjadi peraturan dalam masyarakat baik dalam bentuk nilai maupun norma sosial. Peraturan itu muncul dalam masyarakat karena untuk menciptakan kondisi masyarakat yang aman, nyaman, tertib dan tujuan masyarakat dapat tercapai. Hal ini membutuhkan dukungan dan partisipasi dari elemen-elemen masyarakat tanpa membedakan kalangan, kelas, jenis kelamin, dan lain sebagainya.